Malnutrisi Meningkat pada Ibu Hamil di 12 Negara Berisiko

Malnutrisi akut di kalangan ibu hamil dan ibu menyusui telah meningkat sebesar 25 persen dalam dua tahun terakhir di 12 negara yang paling terpukul oleh kenaikan harga pangan yang dipicu oleh pertempuran di Ukraina, menurut laporan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Survei di 10 negara di Afrika dan dua di Timur Tengah yang paling parah terdampak krisis pangan digunakan dalam laporan UNICEF, yang dirilis Selasa (7/3), sehari sebelum Hari Perempuan Internasional.

Nutrisi yang buruk pada ibu hamil dan menyusui dapat menyebabkan lemahnya kekebalan tubuh dan komplikasi selama kehamilan dan kelahiran. Beberapa negara di sub-Sahara Afrika dalam penelitian sebelumnya telah mencatat angka kematian bayi yang tinggi karena berbagai komplikasi.

Secara global, 51 juta anak di bawah usia dua tahun memiliki tubuh yang terlalu pendek untuk usia mereka karena kekurangan gizi, suatu kondisi yang disebut stunting, dan separuh dari mereka menjadi stunting selama dalam kandungan atau dalam enam bulan pertama kehidupan mereka, kata laporan tersebut.

“Tanpa tindakan mendesak dari komunitas internasional, konsekuensinya dapat berlangsung selama beberapa generasi mendatang,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.

Anak perempuan dan perempuan yang terdampak telah meningkat dari 5,5 juta pada tahun 2020 menjadi 6,9 juta pada tahun 2022 di Burkina Faso, Chad, Ethiopia, Kenya, Mali, Nigeria, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, Yaman, dan Afghanistan, menurut laporan tersebut.

UNICEF merekomendasikan peningkatan bantuan nutrisi dan pemberian fortifikasi pada makanan pokok yang banyak dikonsumsi seperti tepung, minyak goreng dan garam untuk mengurangi defisiensi mikronutrien.

Memastikan bahwa ibu hamil dan menyusui memiliki akses ke layanan nutrisi dan suplemen juga direkomendasikan dalam laporan tersebut.

Beberapa negara di sub-Sahara Afrika memiliki tingkat kehamilan remaja yang tinggi dan kehadiran yang rendah di klinik pranatal.

Faith Kanini (28), yang tinggal di ibu kota Kenya, Nairobi, mengatakan kepada Associated Press bahwa ia tidak memiliki cukup uang untuk berkunjung ke klinik pranatal meskipun dianjurkan.

“Saya membayar dengan uang tunai untuk beberapa klinik yang pernah saya hadiri. Itu mahal bagi saya dan saya tidak dapat membayar premi bulanan asuransi NHIF (kesehatan negara) karena saya menganggur dan hidup saya bergantung pada teman dan keluarga, ” kata calon ibu itu dalam sebuah wawancara telepon.

Perempuan di rumah tangga yang miskin dua kali lebih mungkin mengalami kekurangan berat badan dibandingkan perempuan dari rumah tangga yang paling kaya, menurut laporan UNICEF.

“Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika tetap menjadi episentrum krisis gizi di antara remaja putri dan perempuan, rumah bagi dua dari tiga remaja putri dan perempuan yang menderita kekurangan berat badan secara global, dan tiga dari lima remaja putri dan perempuan dengan anemia,” tambah laporan tersebut. [ab/uh]

Malnutrisi akut di kalangan ibu hamil dan ibu menyusui telah meningkat sebesar 25 persen dalam dua tahun terakhir di 12 negara yang paling terpukul oleh kenaikan harga pangan yang dipicu oleh pertempuran di Ukraina, menurut laporan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Survei di 10 negara di Afrika dan dua di Timur Tengah yang paling parah terdampak krisis pangan digunakan dalam laporan UNICEF, yang dirilis Selasa (7/3), sehari sebelum Hari Perempuan Internasional.

Nutrisi yang buruk pada ibu hamil dan menyusui dapat menyebabkan lemahnya kekebalan tubuh dan komplikasi selama kehamilan dan kelahiran. Beberapa negara di sub-Sahara Afrika dalam penelitian sebelumnya telah mencatat angka kematian bayi yang tinggi karena berbagai komplikasi.

Secara global, 51 juta anak di bawah usia dua tahun memiliki tubuh yang terlalu pendek untuk usia mereka karena kekurangan gizi, suatu kondisi yang disebut stunting, dan separuh dari mereka menjadi stunting selama dalam kandungan atau dalam enam bulan pertama kehidupan mereka, kata laporan tersebut.

“Tanpa tindakan mendesak dari komunitas internasional, konsekuensinya dapat berlangsung selama beberapa generasi mendatang,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.

Anak perempuan dan perempuan yang terdampak telah meningkat dari 5,5 juta pada tahun 2020 menjadi 6,9 juta pada tahun 2022 di Burkina Faso, Chad, Ethiopia, Kenya, Mali, Nigeria, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, Yaman, dan Afghanistan, menurut laporan tersebut.

UNICEF merekomendasikan peningkatan bantuan nutrisi dan pemberian fortifikasi pada makanan pokok yang banyak dikonsumsi seperti tepung, minyak goreng dan garam untuk mengurangi defisiensi mikronutrien.

Memastikan bahwa ibu hamil dan menyusui memiliki akses ke layanan nutrisi dan suplemen juga direkomendasikan dalam laporan tersebut.

Beberapa negara di sub-Sahara Afrika memiliki tingkat kehamilan remaja yang tinggi dan kehadiran yang rendah di klinik pranatal.

Faith Kanini (28), yang tinggal di ibu kota Kenya, Nairobi, mengatakan kepada Associated Press bahwa ia tidak memiliki cukup uang untuk berkunjung ke klinik pranatal meskipun dianjurkan.

“Saya membayar dengan uang tunai untuk beberapa klinik yang pernah saya hadiri. Itu mahal bagi saya dan saya tidak dapat membayar premi bulanan asuransi NHIF (kesehatan negara) karena saya menganggur dan hidup saya bergantung pada teman dan keluarga, ” kata calon ibu itu dalam sebuah wawancara telepon.

Perempuan di rumah tangga yang miskin dua kali lebih mungkin mengalami kekurangan berat badan dibandingkan perempuan dari rumah tangga yang paling kaya, menurut laporan UNICEF.

“Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika tetap menjadi episentrum krisis gizi di antara remaja putri dan perempuan, rumah bagi dua dari tiga remaja putri dan perempuan yang menderita kekurangan berat badan secara global, dan tiga dari lima remaja putri dan perempuan dengan anemia,” tambah laporan tersebut. [ab/uh]

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Next Post

India akan Keluarkan Peringatan Ekspor Sirup Obat Batuk Buatan Marion Biotech

Mon Mar 13 , 2023
India berencana mengeluarkan peringatan terhadap sirup obat batuk yang diekspor Marion Biotech karena obat itu terkait dengan sejumlah kematian di Uzbeskitan. Menurut seorang pengawas obat-obatan, hasil tes menunjukkan sampel obat batuk itu mengandung zat-zat beracun. Polisi India pada Jumat (3/3) menangkap tiga karyawan Marion dan sedang mencari dua direktur lainnya setelah tes di laboratorium pemerintah menemukan 22 dari 36 sampel sirup "dipalsukan dan tidak sesuai standar."  New Delhi serius menangani kasus itu meski sebelumnya sudah berhasil menepis tuduhan bahwa obat batuk sirup buatan produsen farmasi India, Maiden Pharmaceuticals, menyebabkan kematian anak-anak di Gambia pada tahun lalu.  Vaibhav Babbar, seorang inspektur yang terlibat dalam penyelidikan Marion, mengatakan kepada Reuters bahwa sampel telah dicampur dengan etilen glikol dan dietilen glikol. Kedua racun itu menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) ditemukan dalam produk yang dijual kedua perusahaan di kedua negara.  Sebanyak 70 anak meninggal di Gambia dan 19 di Uzbekistan.  WHO pada Januari mengatakan lebih dari 300 anak, sebagian besar di bawah usia 5 tahun, di Gambia, Indonesia, dan Uzbekistan meninggal pada tahun lalu karena cedera ginjal akut yang terkait dengan obat-obatan yang terkontaminasi.  Peringatan pemerintah India itu berupa imbauan untuk tidak lagi memberi produk tersebut, meskipun tidak ada sanksi hukum.  Babbar mengatakan obat-obatan itu juga telah diekspor ke Kyrgyzstan dan Kamboja. [ah/ft]