Putin dan Xi Lakukan Pembicaraan Resmi Hari Kedua di Kremlin

Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut pemimpin China Xi Jinping di Kremlin hari Selasa (21/3) untuk memulai pembicaraan resmi yang diperkirakan akan berfokus pada krisis Ukraina dan hubungan ekonomi Rusia yang semakin dalam dengan China.

Kedua presiden berjabat tangan dan berdiri berdampingan ketika lagu kebangsaan diperdengarkan sebelum pembicaraan berlangsung.

Warga Rusia di pusat kota Moskow mengatakan, kunjungan kenegaraan pemimpin China itu penting bagi Rusia dan baik untuk hubungan kedua negara.

Kebanyakan orang yang berbicara dengan kantor berita Reuters mengatakan, mereka mengikuti berita tentang kunjungan Xi dan menyambut baik kerja sama antara Rusia dan China.

Putin dan Xi saling menyapa sebagai “teman baik” ketika mereka bertemu di Kremlin hari Senin (20/3), dan kantor berita resmi Rusia kemudian melaporkan, keduanya mengadakan pembicaraan tidak resmi selama hampir empat setengah jam. Pembicaraan yang lebih resmi berlangsung hari Selasa.

Dalam komentar yang disiarkan televisi, Putin mengatakan kepada Xi bahwa ia memandang dengan hormat usul China untuk penyelesaian konflik Ukraina. [ps/ka]

Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut pemimpin China Xi Jinping di Kremlin hari Selasa (21/3) untuk memulai pembicaraan resmi yang diperkirakan akan berfokus pada krisis Ukraina dan hubungan ekonomi Rusia yang semakin dalam dengan China.

Kedua presiden berjabat tangan dan berdiri berdampingan ketika lagu kebangsaan diperdengarkan sebelum pembicaraan berlangsung.

Warga Rusia di pusat kota Moskow mengatakan, kunjungan kenegaraan pemimpin China itu penting bagi Rusia dan baik untuk hubungan kedua negara.

Kebanyakan orang yang berbicara dengan kantor berita Reuters mengatakan, mereka mengikuti berita tentang kunjungan Xi dan menyambut baik kerja sama antara Rusia dan China.

Putin dan Xi saling menyapa sebagai “teman baik” ketika mereka bertemu di Kremlin hari Senin (20/3), dan kantor berita resmi Rusia kemudian melaporkan, keduanya mengadakan pembicaraan tidak resmi selama hampir empat setengah jam. Pembicaraan yang lebih resmi berlangsung hari Selasa.

Dalam komentar yang disiarkan televisi, Putin mengatakan kepada Xi bahwa ia memandang dengan hormat usul China untuk penyelesaian konflik Ukraina. [ps/ka]

Dubes Rusia: Otak Orang Australia ‘Dicuci’ untuk Dukung Ukraina

Duta Besar Rusia untuk Australia, Alexey Pavlovsky, mengatakan Australia telah “dicuci otak” sehingga mendukung Ukraina. Ia juga menuduh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) bias karena mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Duta Besar Rusia untuk Australia, Alexey Pavlovsky, mengatakan Australia telah “dicuci otak” sehingga mendukung Ukraina. Ia juga menuduh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) bias karena mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

IMF Setujui Dana Talangan $3 Miliar untuk Sri Lanka

Dana Moneter International (IMF) telah menyetujui paket penyelamatan finansial hampir $3 miliar untuk Sri Lanka setelah perundingan beberapa bulan dengan negara pulau di Asia Selatan yang ekonominya bermasalah itu.

IMF, Senin (20/3) mengumumkan akan segera mengucurkan sekitar $333 juta untuk Kolombo. Lembaga itu mengatakan Sri Lanka harus melakukan serangkaian perombakan ekonomi dan strategi antikorupsi sebagai bagian dari paket dana talangan tersebut.

Paket bantuan itu baru disetujui setelah China, India dan Jepang, kreditor internasional terbesar Sri Lanka, menyetujui strategi restrukturisasi utang.

Kantor Presiden Sri Lanka Ramil Wickremesinghe mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan kesepakatan itu akan mendatangkan bantuan hingga $7 miliar dari IMF dan berbagai lembaga keuangan internasional lainnya.

Presiden Wickremesinghe telah mendorong sejumlah reformasi ekonomi, termasuk menaikkan pajak penghasilan dan mengakhiri subsidi besar untuk BBM dan listrik.

Ekonomi Sri Lanka, yang mengandalkan sektor pariwisata, telah hancur akibat pandemi COVID-19 selain karena seperangkat keputusan buruk yang dibuat mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang menghabiskan cadangan devisa dan membuat negara itu tidak mampu mengimpor makanan, BBM atau obat-obatan. Warga Sri Lanka harus menderita hari-hari pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Krisis di sana memicu pemberontakan populer yang kerap berubah menjadi kekerasan, yang menyebabkan Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari Sri Lanka dan mengundurkan diri dari jabatannya, praktis mengakhiri kekuasaan politik keluarganya selama dua dekade. Saudara lelakinya, Mahinda dan Basil, juga mundur dari jabatan mereka masing-masing sebagai perdana menteri dan menteri keuangan, di tengah-tengah demonstrasi antipemerintah. [uh/ab]

Dana Moneter International (IMF) telah menyetujui paket penyelamatan finansial hampir $3 miliar untuk Sri Lanka setelah perundingan beberapa bulan dengan negara pulau di Asia Selatan yang ekonominya bermasalah itu.

IMF, Senin (20/3) mengumumkan akan segera mengucurkan sekitar $333 juta untuk Kolombo. Lembaga itu mengatakan Sri Lanka harus melakukan serangkaian perombakan ekonomi dan strategi antikorupsi sebagai bagian dari paket dana talangan tersebut.

Paket bantuan itu baru disetujui setelah China, India dan Jepang, kreditor internasional terbesar Sri Lanka, menyetujui strategi restrukturisasi utang.

Kantor Presiden Sri Lanka Ramil Wickremesinghe mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan kesepakatan itu akan mendatangkan bantuan hingga $7 miliar dari IMF dan berbagai lembaga keuangan internasional lainnya.

Presiden Wickremesinghe telah mendorong sejumlah reformasi ekonomi, termasuk menaikkan pajak penghasilan dan mengakhiri subsidi besar untuk BBM dan listrik.

Ekonomi Sri Lanka, yang mengandalkan sektor pariwisata, telah hancur akibat pandemi COVID-19 selain karena seperangkat keputusan buruk yang dibuat mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang menghabiskan cadangan devisa dan membuat negara itu tidak mampu mengimpor makanan, BBM atau obat-obatan. Warga Sri Lanka harus menderita hari-hari pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Krisis di sana memicu pemberontakan populer yang kerap berubah menjadi kekerasan, yang menyebabkan Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari Sri Lanka dan mengundurkan diri dari jabatannya, praktis mengakhiri kekuasaan politik keluarganya selama dua dekade. Saudara lelakinya, Mahinda dan Basil, juga mundur dari jabatan mereka masing-masing sebagai perdana menteri dan menteri keuangan, di tengah-tengah demonstrasi antipemerintah. [uh/ab]

Penyelidik Swedia: Korsel, Kunci Penyelidikan Adopsi Ilegal

Seorang ahli hukum Swedia yang menyelidiki praktik adopsi internasional negara itu mengatakan, Selasa (21/3), bahwa ia berusaha memastikan apakah otoritas Swedia mengetahui asal usul anak yang dipalsukan saat mereka menyetujui adopsi ribuan anak Korea Selatan.

Anna Singer berbicara kepada Associated Press dalam perjalanan seminggunya ke Korea Selatan, di mana ia berencana untuk bertemu dengan para pejabat pemerintah dan sebuah agensi yang berbasis di Seoul yang menangani adopsi ke Swedia untuk mengumpulkan rincian tentang bagaimana Korea Selatan memperoleh dan mendokumentasikan anak-anak untuk adopsi asing.

Banyak anak adopsi dari Korea Selatan menuduh agensi mereka memalsukan dokumen untuk mempercepat adopsi oleh orang asing, seperti salah mendaftarkan mereka sebagai anak yatim piatu telantar padahal mereka memiliki kerabat yang dapat dengan mudah diidentifikasi, sehingga membuat asal usul mereka sulit dilacak.

Sebagian besar anak angkat Korea Selatan dikirim ke luar negeri selama tahun 1970-an dan 1980-an, ketika Seoul dipimpin oleh pemerintahan militer yang melihat adopsi sebagai cara untuk memperdalam hubungan dengan Barat yang demokratis sambil mengurangi jumlah mulut yang harus diberi makan.

“Fokus utama kami adalah organisasi-organisasi Swedia dan orang-orang yang menangani adopsi di Swedia – apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka ketahui? Tetapi untuk mendapatkan pemahaman penuh, kami juga perlu mengetahui bagaimana (adopsi) diatur di negara asal,” kata Singer, seorang profesor hukum di Universitas Uppsala yang ditunjuk oleh pemerintah Swedia untuk memimpin penyelidikan pada tahun 2021.

Ia mengatakan temuan seperti itu akan menjadi kunci dalam menentukan apakah Swedia memiliki perlindungan yang efektif atau langkah-langkah pemantauan untuk memastikan anak angkat Korea Selatan tidak diambil secara tidak sah dari orang tua kandung mereka.

Investigasi Singer ditujukan untuk mengidentifikasi ketidakberesan dalam cara lembaga pemerintah Swedia, kotamadya dan organisasi adopsi menangani adopsi internasional, yang datang dari sekitar 80 negara, termasuk apakah mereka mengetahui bahwa asal usul anak direkayasa di negara pengirim.

Sejumlah negara Eropa telah mulai menyelidiki bagaimana mereka melakukan adopsi internasional, dalam menghadapi kekhawatiran yang berkembang bahwa anak-anak secara tidak sah diambil dari keluarga biologis mereka.

Sementara penyelidikan telah dipicu oleh adopsi yang lebih baru dari Amerika Selatan dan bagian lain di Asia, fokus lainnya adalah ribuan anak yang diadopsi dari Korea Selatan selama ledakan adopsi di negara itu pada tahun 1970-80an, yang menciptakan diaspora adopsi terbesar di dunia.

Ratusan orang Korea yang diadopsi dari Eropa, AS, dan Australia menuntut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korea Selatan menyelidiki keadaan seputar adopsi mereka, yang menurut mereka didasarkan pada dokumen yang memalsukan atau mengaburkan asal-usul mereka.

Komisi tersebut telah menerima lusinan di antara hampir 400 aplikasi yang diajukan tahun lalu dan diperkirakan akan mengambil lebih banyak kasus di bulan-bulan berikutnya, sehingga membuka penyelidikan yang mungkin paling berarti tentang adopsi asing Korea Selatan.

Korea Selatan mengirim sekitar 200.000 anak ke Barat untuk diadopsi dalam enam dekade terakhir, dengan lebih dari setengahnya ditempatkan di AS. Bersama dengan Prancis dan Denmark, Swedia adalah negara tujuan utama anak-anak Korea Selatan di Eropa. Swedia mengadopsi hampir 10.000 anak dari Korea Selatan sejak 1960-an. [ab/uh]

Seorang ahli hukum Swedia yang menyelidiki praktik adopsi internasional negara itu mengatakan, Selasa (21/3), bahwa ia berusaha memastikan apakah otoritas Swedia mengetahui asal usul anak yang dipalsukan saat mereka menyetujui adopsi ribuan anak Korea Selatan.

Anna Singer berbicara kepada Associated Press dalam perjalanan seminggunya ke Korea Selatan, di mana ia berencana untuk bertemu dengan para pejabat pemerintah dan sebuah agensi yang berbasis di Seoul yang menangani adopsi ke Swedia untuk mengumpulkan rincian tentang bagaimana Korea Selatan memperoleh dan mendokumentasikan anak-anak untuk adopsi asing.

Banyak anak adopsi dari Korea Selatan menuduh agensi mereka memalsukan dokumen untuk mempercepat adopsi oleh orang asing, seperti salah mendaftarkan mereka sebagai anak yatim piatu telantar padahal mereka memiliki kerabat yang dapat dengan mudah diidentifikasi, sehingga membuat asal usul mereka sulit dilacak.

Sebagian besar anak angkat Korea Selatan dikirim ke luar negeri selama tahun 1970-an dan 1980-an, ketika Seoul dipimpin oleh pemerintahan militer yang melihat adopsi sebagai cara untuk memperdalam hubungan dengan Barat yang demokratis sambil mengurangi jumlah mulut yang harus diberi makan.

“Fokus utama kami adalah organisasi-organisasi Swedia dan orang-orang yang menangani adopsi di Swedia – apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka ketahui? Tetapi untuk mendapatkan pemahaman penuh, kami juga perlu mengetahui bagaimana (adopsi) diatur di negara asal,” kata Singer, seorang profesor hukum di Universitas Uppsala yang ditunjuk oleh pemerintah Swedia untuk memimpin penyelidikan pada tahun 2021.

Ia mengatakan temuan seperti itu akan menjadi kunci dalam menentukan apakah Swedia memiliki perlindungan yang efektif atau langkah-langkah pemantauan untuk memastikan anak angkat Korea Selatan tidak diambil secara tidak sah dari orang tua kandung mereka.

Investigasi Singer ditujukan untuk mengidentifikasi ketidakberesan dalam cara lembaga pemerintah Swedia, kotamadya dan organisasi adopsi menangani adopsi internasional, yang datang dari sekitar 80 negara, termasuk apakah mereka mengetahui bahwa asal usul anak direkayasa di negara pengirim.

Sejumlah negara Eropa telah mulai menyelidiki bagaimana mereka melakukan adopsi internasional, dalam menghadapi kekhawatiran yang berkembang bahwa anak-anak secara tidak sah diambil dari keluarga biologis mereka.

Sementara penyelidikan telah dipicu oleh adopsi yang lebih baru dari Amerika Selatan dan bagian lain di Asia, fokus lainnya adalah ribuan anak yang diadopsi dari Korea Selatan selama ledakan adopsi di negara itu pada tahun 1970-80an, yang menciptakan diaspora adopsi terbesar di dunia.

Ratusan orang Korea yang diadopsi dari Eropa, AS, dan Australia menuntut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korea Selatan menyelidiki keadaan seputar adopsi mereka, yang menurut mereka didasarkan pada dokumen yang memalsukan atau mengaburkan asal-usul mereka.

Komisi tersebut telah menerima lusinan di antara hampir 400 aplikasi yang diajukan tahun lalu dan diperkirakan akan mengambil lebih banyak kasus di bulan-bulan berikutnya, sehingga membuka penyelidikan yang mungkin paling berarti tentang adopsi asing Korea Selatan.

Korea Selatan mengirim sekitar 200.000 anak ke Barat untuk diadopsi dalam enam dekade terakhir, dengan lebih dari setengahnya ditempatkan di AS. Bersama dengan Prancis dan Denmark, Swedia adalah negara tujuan utama anak-anak Korea Selatan di Eropa. Swedia mengadopsi hampir 10.000 anak dari Korea Selatan sejak 1960-an. [ab/uh]

Pembicaraan Putin-Xi di Moskow Masuki Hari Kedua

Presiden Rusia Vladimir Putin menerima pemimpin China Xi Jinping untuk hari kedua pembicaraan, Selasa (21/3), setelah Putin menyambut baik rencana perdamaian Beijing bagi penyelesaian perang Rusia melawan Ukraina serta memberi isyarat kepada para pemimpin Barat mengenai apa yang mereka sebut sebagai persahabatan “tak terbatas.”

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, pertemuan hari Selasa ini akan mencakup berbagai subjek dan beberapa pejabat dari kedua negara.

Dalam pidato pembukaan sebelum pertemuan tertutup hari Senin, Putin mengatakan Rusia “sedikit iri” dengan perkembangan pesat China dalam beberapa dekade ini yang telah mendorongnya menjadi ekonomi terbesar kedua dunia setelah AS.

Kantor berita Rusia kemudian melaporkan bahwa kedua pemimpin berbicara hampir 4,5 jam sebelum rehat untuk makan malam, di mana Peskov mengatakan, Putin kemungkinan besar akan memberi Xi “penjelasan rinci” mengenai tindakan Moskow di Ukraina.

Putin pada Senin mengatakan ia menghormati rencana perdamaian Beijing.

Tetapi proposal China hanya berpeluang kecil untuk dilaksanakan sesuai yang diusulkan karena tidak memenuhi tuntutan kunci dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy – yaitu Rusia mundur dari Ukraina untuk menghormati perbatasan yang diakui secara internasional, termasuk Semenanjung Krimea yang dianeksasi secara ilegal oleh Moskow pada tahun 2014 dan kawasan timur Ukraina yang diinvasi pasukan Rusia pada Februari tahun lalu.

Lawatan tiga hari pemimpin China itu ke Moskow menunjukkan kepada umum kemitraan Xi dan Putin dalam menentang apa yang mereka lihat sebagai dominasi Amerika terhadap urusan global. Aliansi mereka yang kian berkembang juga memfasilitasi berbagai kesepakatan ekonomi. Di antaranya pengiriman minyak dan gas bumi Rusia ke China sewaktu AS dan sekutu-sekutu Baratnya memberlakukan sanksi yang meluas untuk mengekang transaksi bisnis asing Rusia sebagai pembalasan atas invasinya terhadap Ukraina.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada wartawan di Washington hari Senin bahwa proposal bagi Ukraina yang memungkinkan pasukan Rusia tetap berada di negara itu hanya akan membuat Moskow menggalang kembali kekuatan untuk melanjutkan ofensifnya.

“Menyerukan gencatan senjata yang tidak mencakup pemindahan pasukan Rusia dari teritori Ukraina praktis akan mendukung ratifikasi penaklukan oleh Rusia,” ujarnya.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby meminta Xi “agar menekan Presiden Putin secara langsung mengenai kebutuhan untuk menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.”

Menjelang lawatan Xi, dalam artikel yang diterbitkan di surat kabar China People’s Daily, Putin menggambarkan lawatan itu sebagai “peristiwa penting” yang “menegaskan sifat istimewa dari kemitraan Rusia-China.” [uh/ab]

 

 

Presiden Rusia Vladimir Putin menerima pemimpin China Xi Jinping untuk hari kedua pembicaraan, Selasa (21/3), setelah Putin menyambut baik rencana perdamaian Beijing bagi penyelesaian perang Rusia melawan Ukraina serta memberi isyarat kepada para pemimpin Barat mengenai apa yang mereka sebut sebagai persahabatan “tak terbatas.”

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, pertemuan hari Selasa ini akan mencakup berbagai subjek dan beberapa pejabat dari kedua negara.

Dalam pidato pembukaan sebelum pertemuan tertutup hari Senin, Putin mengatakan Rusia “sedikit iri” dengan perkembangan pesat China dalam beberapa dekade ini yang telah mendorongnya menjadi ekonomi terbesar kedua dunia setelah AS.

Kantor berita Rusia kemudian melaporkan bahwa kedua pemimpin berbicara hampir 4,5 jam sebelum rehat untuk makan malam, di mana Peskov mengatakan, Putin kemungkinan besar akan memberi Xi “penjelasan rinci” mengenai tindakan Moskow di Ukraina.

Putin pada Senin mengatakan ia menghormati rencana perdamaian Beijing.

Tetapi proposal China hanya berpeluang kecil untuk dilaksanakan sesuai yang diusulkan karena tidak memenuhi tuntutan kunci dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy – yaitu Rusia mundur dari Ukraina untuk menghormati perbatasan yang diakui secara internasional, termasuk Semenanjung Krimea yang dianeksasi secara ilegal oleh Moskow pada tahun 2014 dan kawasan timur Ukraina yang diinvasi pasukan Rusia pada Februari tahun lalu.

Lawatan tiga hari pemimpin China itu ke Moskow menunjukkan kepada umum kemitraan Xi dan Putin dalam menentang apa yang mereka lihat sebagai dominasi Amerika terhadap urusan global. Aliansi mereka yang kian berkembang juga memfasilitasi berbagai kesepakatan ekonomi. Di antaranya pengiriman minyak dan gas bumi Rusia ke China sewaktu AS dan sekutu-sekutu Baratnya memberlakukan sanksi yang meluas untuk mengekang transaksi bisnis asing Rusia sebagai pembalasan atas invasinya terhadap Ukraina.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada wartawan di Washington hari Senin bahwa proposal bagi Ukraina yang memungkinkan pasukan Rusia tetap berada di negara itu hanya akan membuat Moskow menggalang kembali kekuatan untuk melanjutkan ofensifnya.

“Menyerukan gencatan senjata yang tidak mencakup pemindahan pasukan Rusia dari teritori Ukraina praktis akan mendukung ratifikasi penaklukan oleh Rusia,” ujarnya.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby meminta Xi “agar menekan Presiden Putin secara langsung mengenai kebutuhan untuk menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.”

Menjelang lawatan Xi, dalam artikel yang diterbitkan di surat kabar China People’s Daily, Putin menggambarkan lawatan itu sebagai “peristiwa penting” yang “menegaskan sifat istimewa dari kemitraan Rusia-China.” [uh/ab]

 

 

Aktivis Demokrasi Terkemuka Hong Kong Ditangkap

Seorang aktivis prodemokrasi Hong Kong ditangkap pada Selasa (21/3) hanya beberapa bulan setelah ia dibebaskan dari penjara karena melanggar UU keamanan nasional yang keras di kota itu.

Kantor berita Reuters mengatakan Albert Ho, 71, diborgol dan dibawa dari rumahnya dengan mobil, menurut seorang saksi mata.

Albert Ho pernah memimpin Hong Kong Alliance yang prodemokrasi sebelum ia ditangkap pada tahun 2021 dan didakwa menghasut subversi. Ia mendekam lebih dari satu tahun di penjara sebelum dibebaskan pada Agustus lalu untuk perawatan medis, menurut Reuters.

Kantor berita Prancis AFP mengatakan mengetahui dari seorang sumber anonim bahwa Ho ditangkap dan didakwa karena “diduga mengganggu saksi” sewaktu ia bebas dengan jaminan.

Saudara Albert Ho, Frederick, ditangkap sebelumnya bulan ini terkait penangkapan aktivis hak-hak buruh Elizabeth Tang atas dugaan berkolusi dengan kekuatan asing. Mereka telah dibebaskan dengan jaminan.

Ratusan aktivis prodemokrasi telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara yang panjang sejak parlemen China mengesahkan UU pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas demonstrasi prodemokrasi besar-besaran yang kerap berubah menjadi kekerasan setahun sebelumnya. Berdasarkan UU itu, siapapun yang diduga melakukan terorisme, separatisme, subversi kekuasaan negara atau kolusi dengan kekuatan asing dapat diadili dan menghadapi ancaman hukuman seumur hidup jika divonis bersalah. [uh/ab]

Seorang aktivis prodemokrasi Hong Kong ditangkap pada Selasa (21/3) hanya beberapa bulan setelah ia dibebaskan dari penjara karena melanggar UU keamanan nasional yang keras di kota itu.

Kantor berita Reuters mengatakan Albert Ho, 71, diborgol dan dibawa dari rumahnya dengan mobil, menurut seorang saksi mata.

Albert Ho pernah memimpin Hong Kong Alliance yang prodemokrasi sebelum ia ditangkap pada tahun 2021 dan didakwa menghasut subversi. Ia mendekam lebih dari satu tahun di penjara sebelum dibebaskan pada Agustus lalu untuk perawatan medis, menurut Reuters.

Kantor berita Prancis AFP mengatakan mengetahui dari seorang sumber anonim bahwa Ho ditangkap dan didakwa karena “diduga mengganggu saksi” sewaktu ia bebas dengan jaminan.

Saudara Albert Ho, Frederick, ditangkap sebelumnya bulan ini terkait penangkapan aktivis hak-hak buruh Elizabeth Tang atas dugaan berkolusi dengan kekuatan asing. Mereka telah dibebaskan dengan jaminan.

Ratusan aktivis prodemokrasi telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara yang panjang sejak parlemen China mengesahkan UU pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas demonstrasi prodemokrasi besar-besaran yang kerap berubah menjadi kekerasan setahun sebelumnya. Berdasarkan UU itu, siapapun yang diduga melakukan terorisme, separatisme, subversi kekuasaan negara atau kolusi dengan kekuatan asing dapat diadili dan menghadapi ancaman hukuman seumur hidup jika divonis bersalah. [uh/ab]

Korsel Pulihkan Status Perdagangan Jepang untuk Tingkatkan Hubungan

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa (21/3) mengatakan bahwa pemerintahnya akan berupaya untuk memulihkan status perdagangan preferensial Jepang sebagai bagian dari usahanya untuk menyelesaikan perselisihan sejarah dan perdagangan dengan Jepang meskipun ada tentangan domestik.

Dalam pernyataan panjang yang disiarkan televisi selama pertemuan Dewan Kabinet, Yoon membela tindakannya dengan mengatakan bahwa memutus hubungan dengan Jepang sama artinya dengan mengabaikan tugasnya karena kerja sama bilateral yang lebih besar sangat penting untuk menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi Seoul.

“Saya pikir itu akan seperti mengabaikan tugas saya sebagai presiden jika saya juga menghasut sentimen nasionalisme dan anti-Jepang yang bermusuhan untuk menggunakannya dalam politik dalam negeri tanpa memedulikan situasi politik internasional yang parah saat ini,” kata Yoon

Ia mengatakan kebutuhan untuk meningkatkan hubungan dengan Jepang telah tumbuh karena kemajuan program nuklir Korea Utara, persaingan strategis AS-China yang semakin intensif, dan tantangan rantai pasokan global.

Korea Selatan dan Jepang memiliki ikatan ekonomi dan budaya yang mendalam dan keduanya merupakan sekutu utama AS yang bersama-sama menampung sekitar 80.000 tentara AS. Tetapi hubungan mereka sering bergejolak terutama karena masalah yang berasal dari pemerintahan kolonial Jepang tahun 1910-1945 di Semenanjung Korea.

Pengadilan Korea Selatan pada tahun 2018 memerintahkan dua perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi kepada para mantan karyawan Korea mereka untuk kerja paksa selama pemerintahan Jepang. Jepang menolak menerima keputusan tersebut dengan mengatakan bahwa semua masalah kompensasi telah diselesaikan ketika kedua negara menormalisasi hubungan pada tahun 1965.

Sengketa sejarah meluas ke masalah lain, dengan kedua negara saling menurunkan status perdagangan. Jepang juga memperketat kontrol ekspor ke Korea Selatan, sementara Seoul mengancam akan menghentikan pakta berbagi intelijen militer dengan Tokyo.

Setelah berbulan-bulan negosiasi dengan Jepang, pemerintah Yoon awal bulan ini mengumumkan akan menggunakan dana lokal untuk memberi kompensasi kepada para korban kerja paksa yang terlibat dalam tuntutan hukum tahun 2018 tanpa memerlukan kontribusi dari perusahaan-perusahaan Jepang. [ab/uh]

 

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa (21/3) mengatakan bahwa pemerintahnya akan berupaya untuk memulihkan status perdagangan preferensial Jepang sebagai bagian dari usahanya untuk menyelesaikan perselisihan sejarah dan perdagangan dengan Jepang meskipun ada tentangan domestik.

Dalam pernyataan panjang yang disiarkan televisi selama pertemuan Dewan Kabinet, Yoon membela tindakannya dengan mengatakan bahwa memutus hubungan dengan Jepang sama artinya dengan mengabaikan tugasnya karena kerja sama bilateral yang lebih besar sangat penting untuk menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi Seoul.

“Saya pikir itu akan seperti mengabaikan tugas saya sebagai presiden jika saya juga menghasut sentimen nasionalisme dan anti-Jepang yang bermusuhan untuk menggunakannya dalam politik dalam negeri tanpa memedulikan situasi politik internasional yang parah saat ini,” kata Yoon

Ia mengatakan kebutuhan untuk meningkatkan hubungan dengan Jepang telah tumbuh karena kemajuan program nuklir Korea Utara, persaingan strategis AS-China yang semakin intensif, dan tantangan rantai pasokan global.

Korea Selatan dan Jepang memiliki ikatan ekonomi dan budaya yang mendalam dan keduanya merupakan sekutu utama AS yang bersama-sama menampung sekitar 80.000 tentara AS. Tetapi hubungan mereka sering bergejolak terutama karena masalah yang berasal dari pemerintahan kolonial Jepang tahun 1910-1945 di Semenanjung Korea.

Pengadilan Korea Selatan pada tahun 2018 memerintahkan dua perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi kepada para mantan karyawan Korea mereka untuk kerja paksa selama pemerintahan Jepang. Jepang menolak menerima keputusan tersebut dengan mengatakan bahwa semua masalah kompensasi telah diselesaikan ketika kedua negara menormalisasi hubungan pada tahun 1965.

Sengketa sejarah meluas ke masalah lain, dengan kedua negara saling menurunkan status perdagangan. Jepang juga memperketat kontrol ekspor ke Korea Selatan, sementara Seoul mengancam akan menghentikan pakta berbagi intelijen militer dengan Tokyo.

Setelah berbulan-bulan negosiasi dengan Jepang, pemerintah Yoon awal bulan ini mengumumkan akan menggunakan dana lokal untuk memberi kompensasi kepada para korban kerja paksa yang terlibat dalam tuntutan hukum tahun 2018 tanpa memerlukan kontribusi dari perusahaan-perusahaan Jepang. [ab/uh]

 

Washington Ingin Redakan Kemarahan China atas Kunjungan Presiden Taiwan

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang berupaya mengurangi kemungkinan sikap bermusuhan dari China terkait kunjungan mendatang Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ke AS.

Presiden Tsai akan singgah di California dan New York akhir bulan ini sebelum memulai misi resmi ke Amerika Tengah. Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan pemerintahan Biden telah memberitahu Beijing bahwa para presiden Taiwan terdahulu secara rutin singgah di AS dalam perjalanan mereka ke negara-negara lain, termasuk Tsai. Tsai telah melakukan enam kunjungan persinggahan di AS antara 2016 dan 2019.

Pejabat itu mengatakan China tidak boleh menggunakan persinggahan Tsai di AS sebagai alasan untuk mengambil tindakan agresif terhadap Taiwan.

China menanggapi kunjungan ketua DPR AS ketika itu, Nancy Pelosi, ke Taiwan pada Agustus lalu dengan meluncurkan latihan militer besar-besaran selama beberapa hari di Selat Taiwan. Latihan ini mencakup penembakan rudal balistik di perairan yang memisahkan Taiwan dari China daratan.

Beijing menganggap pulau berpemerintahan demokratis itu sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun Taiwan telah berpemerintahan sendiri sejak berakhirnya perang saudara China pada tahun 1949. Ketika itu, pasukan Nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek diusir dari daratan China oleh pasukan Komunis pimpinan Mao Zedong. China telah bertekad akan membawa kembali pulau itu di bawah kontrolnya dengan semua cara yang diperlukan, termasuk pengambilalihan oleh militer.

AS mengubah pengakuan diplomatik terhadap China dari Taipei ke Beijing pada tahun 1979. Tetapi AS masih memberi Taiwan peralatan militer untuk pertahanan diri berdasarkan UU Hubungan Taiwan.

Berbagai media berita bulan lalu mengatakan Tsai akan berpidato di Ronald Reagan Presidential Center di dekat Los Angeles menjelang lawatannya yang dijadwalkan ke Amerika Tengah. Media juga melaporkan bahwa Ketua DPR Kevin McCarthy akan bertemu dengan Presiden Tsai dalam persinggahannya di AS. Tokoh partai Republik itu, yang mewakili distrik di California, sebelumnya menyatakan berminat untuk mengunjungi Taiwan. [uh/ab]

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang berupaya mengurangi kemungkinan sikap bermusuhan dari China terkait kunjungan mendatang Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ke AS.

Presiden Tsai akan singgah di California dan New York akhir bulan ini sebelum memulai misi resmi ke Amerika Tengah. Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan pemerintahan Biden telah memberitahu Beijing bahwa para presiden Taiwan terdahulu secara rutin singgah di AS dalam perjalanan mereka ke negara-negara lain, termasuk Tsai. Tsai telah melakukan enam kunjungan persinggahan di AS antara 2016 dan 2019.

Pejabat itu mengatakan China tidak boleh menggunakan persinggahan Tsai di AS sebagai alasan untuk mengambil tindakan agresif terhadap Taiwan.

China menanggapi kunjungan ketua DPR AS ketika itu, Nancy Pelosi, ke Taiwan pada Agustus lalu dengan meluncurkan latihan militer besar-besaran selama beberapa hari di Selat Taiwan. Latihan ini mencakup penembakan rudal balistik di perairan yang memisahkan Taiwan dari China daratan.

Beijing menganggap pulau berpemerintahan demokratis itu sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun Taiwan telah berpemerintahan sendiri sejak berakhirnya perang saudara China pada tahun 1949. Ketika itu, pasukan Nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek diusir dari daratan China oleh pasukan Komunis pimpinan Mao Zedong. China telah bertekad akan membawa kembali pulau itu di bawah kontrolnya dengan semua cara yang diperlukan, termasuk pengambilalihan oleh militer.

AS mengubah pengakuan diplomatik terhadap China dari Taipei ke Beijing pada tahun 1979. Tetapi AS masih memberi Taiwan peralatan militer untuk pertahanan diri berdasarkan UU Hubungan Taiwan.

Berbagai media berita bulan lalu mengatakan Tsai akan berpidato di Ronald Reagan Presidential Center di dekat Los Angeles menjelang lawatannya yang dijadwalkan ke Amerika Tengah. Media juga melaporkan bahwa Ketua DPR Kevin McCarthy akan bertemu dengan Presiden Tsai dalam persinggahannya di AS. Tokoh partai Republik itu, yang mewakili distrik di California, sebelumnya menyatakan berminat untuk mengunjungi Taiwan. [uh/ab]

Gedung Putih Tanggapi Pertemuan Xi Jinping dan Putin di Moskow

Gedung Putih, pada Senin (20/3), menanggapi kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Moskow untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas perang dengan Ukraina. Gedung Putih memperingatkan, upaya China ataupun Rusia untuk menyerukan gencatan senjata tanpa mensyaratkan pasukan Rusia keluar dari wilayah Ukraina tidak akan diterima oleh dunia.

“Kami berharap Presiden Xi akan menekan Presiden Putin untuk menghentikan pemboman kota-kota, rumah-rumah sakit dan sekolah-sekolah Ukraina, untuk menghentikan kejahatan perang dan kekejaman (mereka) dan untuk menarik mundur pasukannya,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam jumpa pers di Gedung Putih.

“Tapi kami khawatir China justru akan mengulangi seruan gencatan senjatanya yang membuat pasukan Rusia tetap berada di wilayah kedaulatan Ukraina,” tambahnya.

“Dunia tidak boleh dibodohi oleh langkah taktis Rusia, yang dibantu China atau negara lain, untuk membekukan perang tersebut berdasarkan persyaratan yang mereka buat tanpa langkah yang jelas untuk mengembalikan kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina,” kata Kirby.

Bulan lalu, China menyerukan gencatan senjata dan perundingan damai. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan hati-hati menyambut keterlibatan Beijing, namun tawaran tak membuahkan hasil.

Gedung Putih terus menyerukan agar Xi bertemu dengan Zelenskyy untuk “mendengar secara langsung dari pihak Ukraina, bukan hanya dari pihak Rusia.”

Kirby mengatakan Gedung Putih tidak tahu apakah China berencana untuk membantu Rusia secara militer dalam perang itu.

“Kami masih meyakini bahwa membantu Tuan Putin membantai warga Ukraina yang tidak berdosa tidak akan menguntungkan China,” ungkap Kirby. [rd/jm]

Gedung Putih, pada Senin (20/3), menanggapi kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Moskow untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas perang dengan Ukraina. Gedung Putih memperingatkan, upaya China ataupun Rusia untuk menyerukan gencatan senjata tanpa mensyaratkan pasukan Rusia keluar dari wilayah Ukraina tidak akan diterima oleh dunia.

“Kami berharap Presiden Xi akan menekan Presiden Putin untuk menghentikan pemboman kota-kota, rumah-rumah sakit dan sekolah-sekolah Ukraina, untuk menghentikan kejahatan perang dan kekejaman (mereka) dan untuk menarik mundur pasukannya,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam jumpa pers di Gedung Putih.

“Tapi kami khawatir China justru akan mengulangi seruan gencatan senjatanya yang membuat pasukan Rusia tetap berada di wilayah kedaulatan Ukraina,” tambahnya.

“Dunia tidak boleh dibodohi oleh langkah taktis Rusia, yang dibantu China atau negara lain, untuk membekukan perang tersebut berdasarkan persyaratan yang mereka buat tanpa langkah yang jelas untuk mengembalikan kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina,” kata Kirby.

Bulan lalu, China menyerukan gencatan senjata dan perundingan damai. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan hati-hati menyambut keterlibatan Beijing, namun tawaran tak membuahkan hasil.

Gedung Putih terus menyerukan agar Xi bertemu dengan Zelenskyy untuk “mendengar secara langsung dari pihak Ukraina, bukan hanya dari pihak Rusia.”

Kirby mengatakan Gedung Putih tidak tahu apakah China berencana untuk membantu Rusia secara militer dalam perang itu.

“Kami masih meyakini bahwa membantu Tuan Putin membantai warga Ukraina yang tidak berdosa tidak akan menguntungkan China,” ungkap Kirby. [rd/jm]

Makin Banyak Warga Hindari Pernikahan, Reality Show Kencan Menjamur di Korea Selatan

Program reality show kencan di televisi dan platform streaming semakin populer di Korea Selatan. Alasannya, semakin banyak warga Korsel yang tidak tertarik menjalin ikatan pernikahan dan membangun keluarga secara tradisional.

Program reality show kencan di televisi dan platform streaming semakin populer di Korea Selatan. Alasannya, semakin banyak warga Korsel yang tidak tertarik menjalin ikatan pernikahan dan membangun keluarga secara tradisional.